Minggu, 27 Mei 2012

CIRI-CIRI KARAKTER ANAK BERMASALAH

Kenakalan Anak-Ana

Review :

Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.

Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.

Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :

    Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
    Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.

Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.

Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi



Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima

3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.

Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.

Inilah ciri-ciri karakter tersebut :

1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.

2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.

3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.

4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.

5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.

6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Sumber : Clik Here

PERANAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MELENGKAPI KEPRIBADIAN

Karakter => Kepribadian => Sikap => Tingkah Laku
Review :

Pada awalnya manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian ada 4 macam. Ada banyak teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna,  tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :

1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.

2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.

3. Phlegmatis :  tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.

4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.  Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi.  Mudah ya, penjelasan ini.

Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu PROSES yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.

Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.

Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan ini.

Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki KONTROL PENUH atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah TANGGUNG JAWAB pribadi Anda.
Sumber : click here

AGENDA KEGIATAN TAHUN 2012

INTERMESO ...
Sebenarnya banyak kegiatan sekolah yang telah terselenggara di SDN. Kedungdoro III/308 baik di awal tahun pelajaran 2011-2012 maupun menjelang Akhir tahun Pelajaran. Kegiatan-kegiatan Sekolah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kegiatan KTS di Mangrove-Wonorejo, Kota Surabaya
  2. Kegiatan KTS di Museum Empu Tantular, Kabupaten Sidoarjo
  3. Kegiatan Peringatan Maulid Nabi SAW
  4. Kegiatan Lomba Karakter Bahasa Jawa, yang sempat meraih Juara I Lomba Cerkak Bahasa Jawa
  5. Kegiatan Final Lomba Karakter Bahasa Jawa
  6. Kegiatan Istighotsah Siswa Kelas VI di Tingkat Kecamatan Tegalsari
  7. Pelaksanaan Kegiatan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional Tahun 2012 yang berjalan dengan sukses
  8. Kegiatan Wisata Akhir Tahun Pelajaran di Sengkaling Kabupaten Malang
  9. Dan masih banyak lagi kegiatan sekolah yang tidak di-ekspos dalam postingan ini.
KEGIATAN ISTIGHOTSAH
SENGKALING 2012


PESERTA LOMBA KARAKTER BAHASA JAWA

Rabu, 02 Mei 2012

STRATEGI PEMBELAJARAN PKn SEKOLAH DASAR

SEMANGAT BELAJAR

Latar Belakang


Dalam melaksanakan pembelajaran PKn di Sekolah Dasar, guru perlu mengembangkan  startegi/taktik yang tepat,  dengan pendekatan-pendekatan dan mode-model belajar yang akan diterapkan serta didukung oleh metode dan media yang efektif. Hal ini akan membantu guru dalam memahami dan membantu siswa untuk berlatih mengamalkan nilai moral Pancasila dan budi pekerti yang dipelajari di sekolah. Dari sekian banyak pendekatan dan model serta metode pembelajaran,  perlu dipilih beberapa pendekatan dan  model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa Sekolah Dasar (SD) serta sifat tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran PKn di SD.

A. Pendekatan PKn SD


Pendekatan dalam pembelajaran PKn pada prinsipnya lebih mengarah kepada pengembangan kurikulum atau pengorganisasian isi materi pelajaran. Ada delapan pendekatan, yang menurut Douglas Suparka (dalam Martorella, 1996) dapat digunakan dalam pembelajaran PKn, yaitu:

1.    Evokasi (kesempatan), pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kebebasan dan kesempatan. Pendekatan ini sering dihadapkan pada kendala kultural dan psikologikal, terutama pada masyarakat yang masih eksklusif.

2.    Inkulkasi (menanamkan), pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah tersusun oleh guru. Tujuannya untuk mempengaruhi dan mengarahkan  siswa pada simpulan nilai yang sudah direncanakan.

3.    Kesadaran, adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau orang lain. Kesadaran iktu akan tumbuh menajdi sesuatu yang menumbuhkan kesadaran tentang nilai atau seperangkat nilai tertentu.

4.    Penalaran moral, dimana siswa dilibatkan dalam dilema moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilema moral harus dapat diberikan alasan-alasan moral yang rasional.

5.    Analisis Nilai, suatu pendekatan yang mengajak siswa untuk mengkaji dan menganalisis nilai yang ada pada suartu media stimulus yang telah disiapkan guru dalam pembelajaran PKn.

6.    Pengungkapan nilai, adalah upaya meningkatkan kesadaran  diri (self awareness) dan memperhatikan diri sendiri, bukan pemecahan masalah. Pendekatan ini membantu siswa untuk menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman.

7.    Komitmen, mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab. Terhadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945.

8.    Memadukan, menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan riil yang dirancang oleh guru dalam proses pembelajaran. Proses menyatukan ini dimaksudkan agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang dirancang oleh guru memlaui berbagai metode yang sesuai, seperti: metode partisipatori, simulasi, sosiodrama, studi proyek.

Sebagai pendidikan nilai, dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dituntut untuk:
1.    Lebih mengenali dan memahami nilai-nilai inti pribadi dan masyarakat
2.    Ber-inkuiri (filosofis dan rasional) terhadap nilai-nilai tersebut
3.    Mencoba dan menumbuhkan respon afektif dan emotif terhadap nilai-nilai tersebut
4.    Membuat putusan tentang tindakan yang paling tepat atas dasar inkuiri dan respon.

Guru perlu mempertimbangkan startegi yang tepat dalam pembelajaran PKn, dari beberapa pendekatan dan model yang akan diterapkan. Hal ini akan membantu guru dalam memahami Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan sekaligus membantu siswa untuk mengamalkan nilai moral Pancasila dan budi pekerti yang luhur, yang dipelajari di sekolah. Dari beberapa pendekatan dan model pembelajaran perlu dipilih yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.

Untuk menjembatani pemahaman tentang hubungan antara perasaan (feeling), pemikiran (though), dan tindakan (action) moralitas seseorang, perlu dikembangkan model pendidikan moral yang efektif. Semua model pembelajaran PKn  biasanya mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan proses yang terpisah antara caring, judging dan acting. Pemahaman secara umum terhadap ketiga proses tersebut (caring, judging, acting) akan membantu seorang guru dalam memahami model belajar secara efektif, yaitu:

1. Caring (perhatian), adalah istilah yang menunjukkan perilaku seseorang untuk menolong atau memperhatikan orang lain. Seseorang yang terdorong untuk membantu, memperhatikan dan memikirkan  orang lain berarti juga memperhatikan kebutuhan atau minat atau perhatian orang lain yang membangkitkan kepedulian terhadap orang lian. Istilah itu juga mengandung suatu tingkat pemahaman social dan psikologikal tertentu. Memperhatikan dengan menolong orang lain yang dodorong oleh suatu tingkat perasaan tertentu sebenarnya tidak cukup dengan hanya merasakan kebutuhannya, akan tetapi hal itu juga menyangkut nkemampuan untuk mengetahuidan menyimpulkan kebutuhan dan minat orang lain.

2. Judging (Pertimbangan), adalah proses menilai dan mempertimbangkan yang tidak lepas dari nalar ( reasoning) walaupun antara keduanya harus dapat dibedakan. Dengan penalaran (reason though) atau pertimbangan (judge) sebuah moral sering menempatkan kesejahteraan orang lain menjadi taruhannya. Memang harus mempertimbangkan berbagai pihak yang terlibat dalam keputusan /penalaran kita. Misalnya “membunuh seseorang demi kepentingan negara” memerlukan kemampuan untuk membuat keputusan di antara berbagai bayangan tentang “baik” dengan penafsiran tandingan dengan yang“benar”. Dalam membandingkan antara caring dan judging itu seseorang akan diahadapkan pada pertimbangan nilai (value judgment ) yang mengandung alasan (reasoning). Namun sesuai dengan sifatnya, alasan tidak dapat diterapkan dalam satu kasus tertentu. Seperti pendapat yang menyatakan bahwa “ membunuh orang adalah salah” tetapi bagaimana halnya dengan “membunuh untuk membela diri”. Oleh karena itu pertimbangan moral memerlukan kemampuan untuk menilai minat yang saling bertentangan berdasarkan dasar/prinsip dan criteria yang konstan.

3. Acting ( tindakan ), adalah bukanlah sesuatu yang bersifat moral atau immoral, di luar dari motivasi  atau pertimbangan seseorang atau tindakan tidak memiliki status moral. Apa yang membuat tindakan sebagai  moral adalah kualitas perhatian/ pertimbangan yang yang memandunya. Kerapihan, kebersihan dan kejujuran sering dianggap sebagai moral. Tetapi yang menjadi masalahnya adalah alas an-alsan yang melatarbelakangi mengapa kita melakukannya. Yang penting pada dasarnya adalah niat, bukan pamer supaya mendapat pujian. Walaupun tindakan bukan sebuah kategori moral, tanpa kesempatan untuk bertindak dan merefleksikan tindakan akan menghambat terjadinya proses pengembangan moral. Yang penting bagi guru, pendidikan moral bukanlah menyejajarkan antara peneyesuaian moral dengan moralitas, namun yang terpenting adalah bagaimana membantu siswa untuk memiliki otonomi moral.

B. Model-Model Pembelajaran PKn SD


    Dengan memahami ketiga proses (caring, judging, dan acting) akan membantu pemahaman umum kita tentang perspektif masing-masing  model pendidikan moral. Model-model pembelajaran moral tersebut antara lain sebagai berikut:
a. rasional building, model pendekatan rasional memberikan perkembangan intelektual,          di balik program kurikulum dalam menganalisis isu-isu masyarakat.
b. consideration, yaitu memasukkan tiga bagian urutan proses materi yang disampaikan
c. value clarification, model pengungkapan nilai untuk mengetahui secara mendalam sikap dan niali siswa.
d. value analysis, model analisis nilai merupakan sebuah prosedur sistimatik dalam konflik nilai.
e. cognitive moral development, model pengembangan kognitif membentuk dasar dalam pengembangan moral
f. social action, yang merefleksikan teori dan praktek tentang program-program pendidikan yang berorientasi pada masyarakat yang ditujukan pada upaya membentuk keefektifan warga Negara.
Ke enam model ini dalam banyak hal memiliki hubungan yang kuat dengan ke delapan pendekatan sebagaimana diutarakan Doglas Superka (dalam Martorella, 1996). Itu berarti bahwa keduanya, baik pendekatan maupun model  dapat menjadi dasar bagi strategi pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
 

C. Metode Pembelajaran PKn SD


Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang cukup berperanan selain komponen-komponen yang lain. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas tentu akan mempertimbangkan penerapan metode-metode pembelajaran secara bervariasi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang akan disampaikan.
    Penerapan variasi metode bisa menunjang kegiatan pembelajaran yang aktif dan inovatif serta menyenangkan karena tidak monoton dan menjemukan siswa.   Oleh karena itu, hendaknya guru mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun metode yang sempurna dan efektif serta  efisien untuk semua topik kajian. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu dalam setiap proses pembelajaran IPS diperlukan penerapan  metode yang bervariasi.

    Macam-macam metode pembelajaran dalam IPS menurut Azis Wahab (1997: 186 ) antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab.
3. Metode diskusi
4. Metode pemecahan masalah (problem solving)
5. Metode simulasi
6. Metode bermain peran (role playing)
7. Metode sosio drama
8. Metode permainan (game)
9. Metode cerita
10. Metode karya wisata atau studi lapangan
11. Metode inkuiri
12.Metode penugasan 
13. Metode pameran (eksposisi)
14. Metode proyek

    Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran perlu mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik bahan ajar yang akan disampaikan.
2. Ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai.
3. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.

D. Media Pembelajaran PKn SD


Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing maka diharapkan guru dapat memilih dan menentukan macam-macam media sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik materi pelajaran. Agar pemilihan dan penentuan media tersebut bisa efektif, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:

1. Obyektifitas.
    Dalam  memilih media   perlu meminta  saran atau pendapat dari teman sejawat,  
    bukan berdasar kesenangan pribadi guru.   
2. Program pembelajaran
    Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program pembelajaran atau 
    sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
3. Sasaran program
     Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses pembelajaran, pada usia
     tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu pula.
4. Situasi dan kondisi
     Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah atau kelas
     (ukuran ruangan, bangku, ventilasi dll ) dan situasi kondisi siswa ( jumlah siswa,
      motivasi, dll )
5. Kualitas teknik.
    Kualiats teknik ini berkaitan kualitas gambar, rekaman audio maupun visual suara, 
    atau alat Bantu lainnya.
6. Efektivitas dan efisiensi penggunaan.
    Keefektifan menyangkut penyerapan informasi yang optimal oleh siswa,   
    sedangkan efisiensi  berkaitan  dengan  pengeluaran  tenaga,  waktu dan biaya
    seberapa mampu mencapai tujuan yang optimal.

    Media pembelajaran memiliki ragam dan bentuk yang bermacam-macam, namun berdasarkan perkembangannya, media dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Media yang bersifat umum dan tradisional.
    Contohnya: papan tulis, buku teks, majalah, buku rujukan dll.
2. Media yang bersifat canggih.
    Contohnya: radio, TV, VCD, tape recorder, OHP, LCD, dll.
3. Media yang bersifat inovatif.
     Contohnya: komputer, internet, laptop, dll.

    Sedangkan jenis-jenis media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan dalam PKn SD dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat pengajaran.
    Contohnya: papan tulis, papan pamer, mesin pengganda.
2. Media cetak.
    Contohnya: Buku, majalah, surat kabar, jurnal, bulletin, pamflet dll
3. Media visual.
    Contohnya: Transfaransi, slid, grafik, chart, model dan realia, gambar,foto, dll 
4. Media audio.
     Contohnya: Tape recorder, pita suara, piringan hitam,  dll
5. Media audio-visual
    Contohnya: Televisi, VCD, film suara.
6. Masyarakat sebagai sumber belajar.
    Contohnya: Nara sumber, tokoh masyarakat,  dinamika kehidupan dalam  masyarakat.

Berbagai ragam dan jenis media di atas  bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran PKn,  sehingga guru bisa  berkreasi dalam memanfaatkan media pembelajaran agar mendorong siswa aktif, inovatif, dan kreatif agar efektif  dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar selayaknya mengkondisikan siswa untuk berproses secara individual, ada interaksi sosial, kerja dalam kelompok, untuk membangun makna dan membentuk karakter serta perilaku dengan menyenangkan.

KARAKTERISTIK KOGNITIF MURID SEKOLAH DASAR

Murid SD  dapat dipahami dengan cara  mengenali  karakteristiknya  yang  mem- bedakan dirinya dari kelompok usia lainnya. Karakteristik murid SD antara lain digam- barkan dari sudut karakteristik fisikal, sosial, emosional, dan kognitif. Dalam uraian ini akan dibahas karakteristik kognitif saja.
Pengelompokan  yang  cukup  akomodatif  secara  psikologis  membagi  dua  usia murid SD  yaitu kelompok 6-10 tahun dan kelompok 10-13 tahun (Gunawan, 1992). Perkembangan  yang  menonjol pada periode pertama  ditandai  dengan kegiatan  belajar membaca dan tercapainya penguasaan beberapa pengetahuan dan kecakapan. Oleh kare- na itu, banyak ahli pendidikan menyarankan agar murid diberi kesempatan untuk belajar sambil berbuat  (learning by doing).  Periode kedua usia  sekolah dasar  ditandai oleh keinginan untuk belajar lebih dan tumbuhnya bermacam-macam minat. Misalnya: mulai timbul  minat  terhadap hewan  piaraan,  hasil-hasil teknologi  atau mulai terbentuknya berbagai macam hobi. Murid juga mulai mengembangkan pengertian-pengertian tentang sebab  akibat,  membentuk konsep dan  mulai  memecahkan persoalan-persoalan sederhana.

Selain apa yang diuraikan di atas, dapat dicatat juga pendapat Biehler dan Snow- man (1982) tentang karakteristik kognitif murid sekolah dasar, yakni:

Siswa SD biasanya ingin  menceritakan  apakah mereka mengetahui jawaban yang benar atau tidak. Konsep benar dan salah mulai berkembang. Biasanya, pada mula- nya berkenaan  dengan  kegiatan tertentu  dan  secara bertahap  menjadi tergenerali- sasi. Ada perbedaan antara  laki-laki  dan peremluan akademik.  Nyata  jelas perbe- daan dalam  gaya kognitif.

(Elementary  school pupils are  usually  eager to recite whether  they know  the right answer or not.  Concepts of right  and  wrong begin devekop. Usually these are concerned with specific act at first and only gradually became generally become generalzed. These are sex differences in specific abilities and  in  overall  academic  performance.  Differences  in  cognitive  style  become apparent).

 Kedua pendapat di atas pada dasarnya mengemukakan secara kognitif anak-anak usia sekolah dasar siap matang untuk  ber-kembang sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

PERBEDAAN INDIVIDUAL MURID-MURID SD

Apresiasi kebutuhan-kebutuhan anak secara umum merupakan dasar untuk mema- hami  murid, walaupun  tidak harus selalu demikian.  Studi yang  telah dilakukan  oleh psikolog (Vasta dkk., 1992),  menunjukkan  adanya pola  umum dan  lingkaran  perkem- bangan yang  sama pada setiap anak, namun  diikuti  oleh hasil yang  berbeda  karena faktor internal maupun eksternal, sering kita kenal dengan perbedaan individual.
Perbedaan  individual  dalam  hal  ini  adalah  perbedaan  kemampuan  anak  yang banyak di  jumpai  di sekolah dasar. Hal  tersebut diperjelas dengan hasil pengukuran psikologis (IQ). Sekalipun hasil pengukuran tersebut relatif sama pada beberapa orang murid,  maupun  hasil tersebut  menunjuk pada hasil  belajar yang berbeda-beda.  Hatch
Narzet, Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar   33 dan Coster (1961) memberi contoh: area umum yang selalu berbeda pada tiap individu, karena itu mendapat perhatian guru maupun orang tua, yaitu:
  • Achievement  :  kinerja skolastik (scholastic performance);
  • Anatomy        :  tinggi, berat, dan warna kulit (height,weight  compelexion);
  • Emotions       : stabilitas, percaya diri, kebijaksanaan, dan ketekunan (stability,  self- reliance, noise, tact, persistance);
  • Interest           :  hobi, sahabat, dan aktivitas (hobbies, friends, activities);
  • Physiology     :  kemampuan  menyimak,  aktivitas  visual,  dan  ketahanan  (hearing, visual activities, endurance);
  • Psychology    :  kecepatan  reaksi,  kecepatan  asosiasi  dan   koordinasi  (speed  of reaction, speed of association and coordination);
  • Sosial  perspectives:  suku,  politik,  agama  dan  sikap  ekonomi  (racial,  political, religion and economic aptitudes).
Dengan memahami setiap murid sebagai individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan  yang lain,  guru  dalam  mengajar dapat  mendekatinya dengan  keunikan- keunikannya, tidak dengan pola umum, sekalipun perkembangan atau kebutuhan mere- ka menunjukkan ragam dan pola yang sama.

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

Dalam pengelolaan kelas dikenal dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekat- an klasikal dan individual. Masing-masing pendekatan mempunyai kelebihan dan keku- rangan.  Pendekatan klasikal dimaksudkan guru memperlakukan sejumlah  murid sama rata, sementara dalam pendekatan individual guru memperlakukan dan melayani murid sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
Pendekatan klasikal yang diadaptasi dalam sistem pengelolaan kelas di Indonesia, khususnya di sekolah dasar kurang memberikan sumbangan yang kaya dalam pemben- tukan perilaku murid-murid sebagai pribadi yang  unik. Dalam artian kecepatan  murid dalam  menginternalisasi bahan  ajar atau  materi kuran begitu  dihiraukan  guru.  Guru lebih banyak mengambil sikap seragam (jalan tengah). Tindakan seperti ini, terutama di kelas-kelas SD sangat riskan. Sebagai contoh: masih lemahnya kemampuan baca-tulis- hitung  murid-murid  di  kelas-kelas  awal  disebabkan  gagalnya  guru  melayani  siswa sesuai  dengan  individualitas  kemampuan  belajarnya.  Pada  akhirnya  bermuara  pada tingginya angka tinggal kelas.

Jarolimek  dan Foster (1960) menekankan  bahwa baca-tulis-hitung  (basic skill- three R’s) merupakan kemampuan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus sece- patnya dikuasai murid. Kegagalan menguasai kemampuan dasar ini akan cukup meng- ganggu program-program  kelas  berikutnya.  Menurut  mereka salah satu kunci keber- hasilan penguasaan kemampuan dasar tersebut bila guru mampu menyusun dan melak- sanakan program pembelajaran yang individualized.
Untuk menyusun program individual diperlukan tujuan, bahan, dan kegiatn peng- ajaran yang berlain-lainan. Setiap bahan dan kegiatan  itupun  memerlukan  peralatan, metode, dan media instrusional yang berbeda-beda pula. Guru harus mengontrol setiap program  siswa yang berbeda-beda  sehingga betapa banyaknya siswa  yang  harus  dila-
34   JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36                                                             yani apalagi dengan  kondisi nyata  di Indonesia, yakni ditandai oleh rasio  guru-murid yang cukup besar,  misalnya 1 : 40. Dengan rasio sebesar itu sulit  mendekati  murid secara  individual. Akan tetapi tuntutan  akan  peningkatan  mutu  pendidikan,  mau tidak mau  membutuhkan terobosan-terobosan  yang dapat  mempertajam kekurangan pende- katan klasikal.

PENDEKATAN KLASIKAL YANG INDIVIDUAL

Pembahasan di atas menunjukkan seolah-olah pendekatan pengelolaan kelas yang individual lebih unggul dari pada  pendekatan klasikal. Namun demikian penilis juga telah mencoba mengungkapkan bahwa kondisi persekolahan menuntut adanya adaptasi sistem klasikal yang lebih komprehensif. Untuk itu pernyataan yang perlu dijawab ada- lah upaya apa yang perlu dilakukan agar pendekatan klasikal tetap dapat mengakomo- dasikan  perbedaan  individual, dalam arti individualitas yang  merupakan potensi yang layak untuk berkembang tetap tersalurkan dalam suasana klasikal yang ada. Untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara menyusun program perseorangan. Dalam hubungan  menyusun program perseorangan di  atas  menurut  Charles (1980), yang  memperkenalkan  istilah  COATS yaitu “baju’ untuk semua siswa atau  beberapa siswa yang dipilih berdasarkan  kemampuan dan kemandiriannya.  Yang  dimaksud  de- ngan “baju’ adalah satuan pelajaran untuk pembelajaran individual yang telah disesuai- kan  menurut kebutuhan, kemampuan, kecepatan  beberapa siswa  masing-masing atau beberapa orang siswa yang dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
  • C (content), materi/isi pembelajaran yang akan dipelajari siswa secara individual.
  • O (objective), tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh sis- wa setelah pembelajaran   berlangsung.
  • A (activities), merupakan prosedur kerja dan  alat-alat bantu yang akan  digunakan oleh siswa dalam pembelajaran tersebut.
  • T (time), waktu yang dipergunakan oleh siswa dalam menyelesaikan tugas atau ke- giatan pembelajaran.
  • S (supervision), cara guru  melakukan  kontrol atau  bimbingan  individual terhadap para siswanya.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya, mula-mula siswa memperoleh satuan pela- jaran masing-masing secara individual. Kemudian guru memberikan penjelasan tentang maksud  pembelajaran  individual  yang  akan  dilaksanakan  dan  kegunaannya.  Sela- njutnya para siswa dipersilahkan belajar secara bebas menurut cara dan gaya belajarnya masing-masing.  Guru  mengontrol  siswa  yang  belajar,  membantu  atau  membimbing mereka seperlunya. Setelah pembelajaran individual berjalan kira-kira sepuluh atau dua puluh  menit, lalu bentuk pembelajaran individual diubah  ke bentuk pembelajaran  kla- sikal biasa lagi. Begitu berulang-ulang dilakukan percobaan-percobaan dalam menganti- sipasi perbedaan individual yang dimaksud dalam tulisan ini.

Sumber Source : Klik In

Rujukan :
Biehler, R.F. & Snowman, J. 1982. Psychology Applied to Teaching. Boston: Houfton
Mifflin Company.
Charles, C.M. 1980. Individualizing Instruction. S. Louis: The C.V. Mosby Company. Hatch, R.N. & Costar, J.W. 1961. Guidance Service in the Elementary Sschool. Iowa:
WMC Brown Company Publisher.
Jarolimek, J. &  Foster,  C.D.  1976.  Teaching  and  Learning in  the Elementary School. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Slavin,  R.E.  1994.  Educational  Psychology:  Theory  and  Practice  (fourth  edition). Boston: Allyn and Bacon.
Vasta,  H.  & Miller, J. 1992.  Child Psychology the Modern Science.  New York: John
Wiley & Son, Inc.

KETRAMPILAN BERBAHASA DI SEKOLAH DASAR

AYO SEKOLAH !!!

1)    Keterampilan Menyimak di SD

Menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif lisan. Menyimak dapat diartikan sebagai aktivitas penggunaan alat pendengaran secara sengaja yang bertujuan untuk memperoleh pesan atau makna dari apa yang disimak. Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat krusial dalam menunjang keberhasilan belajar siswa.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan menyimak adalah memahami wacana lisan  berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun dan cerita rakyat. Standar kompetensi lulusan tersebut dicapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran keterampilan menyimak berdasarkan standar kompetensi mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Untuk mencapai standar kompetensi minimal sebagaimana yang telah ditentukan dalam kurikulum, diperlukan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran sehingga pembelajaran keterampilan menyimak dapat dilaksanakan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).

Pernahkah Saudara merancang secara khusus RPP untuk mengefektifkan dan meningkatkan keterampilan menyimak siswa? Jika pernah, berapa persentase RPP yang Saudara rancang untuk pembelajaran menyimak tersebut dibandingkan dengan tuntutan yang terdapat di dalam kurikulum? Coba diskusikan dengan peserta yang lain dalam kelompok Saudara.

Dalam pembelajaran menyimak, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a)    Upayakan kegiatan berbahasa yang dilakukan bersifat alamiah dan kontekstual.

b)    Pastikan pembelajaran menyimak dilakukan dalam bentuk aktivitas berbahasa reseptif lisan oleh siswa. Pembelajaran menyimak di SD ditujukan untuk melatih konsentrasi dan daya simak siswa, serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan menyimak siswa. Untuk itu, evaluasi menyimak upayakan dirancang oleh guru untuk mengetahui peningkatan konsentrasi dan efektivitas menyimaknya.

c)    Pastikan bahwa sebelum melakukan kegiatan penyimakan, siswa dalam keadaan siap fisik dan mental untuk melakukan penyimakan.

d)    Pastikan bahwa bunyi yang disimak siswa tidak banyak mendapat gangguan, baik yang bersifat kebahasaaan maupun nonkebahasaan. Upayakan semaksimal mungkin meminimalkan gangguan yang menyebabkan kurang efektifnya proses penyimakan yang dilakukan siswa.

e)    Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran menyimak disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

2)    Keterampilan Berbicara di SD

Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk produktif lisan. Keterampilan berbicara merupakan modal dasar yang sangat penting bagi seorang pebelajar untuk melakukan kegiatan komunikasi lisan secara santun dan efektif. Kurang terampilnya seseorang dalam berbicara dapat menyebabkan kurang maksimalnya hubungan sosial yang dilakukannya. Pembawaan diri seseorang yang salah satunya tampak dari keterampilannya berbicara akan mempengaruhi hubungan komunikasi yang dilakukannya.

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi sesuai dengan konteks peristiwa tutur secara efektif dan santun. Pembelajaran keterampilan berbicara dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang bersifat produktif lisan secara efektif, baik yang dilakukan di luar kelas maupun di dalam kelas. Di luar kelas, siswa yang terampil berbicara tentunya akan lebih mudah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan santun. Adapun di dalam kelas, keterampilan berbicara sangat penting dalam menunjang keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran lain yang menuntut siswa untuk terampil melakukan diskusi, melaporkan, menceritakan kembali, menjelaskan, mendeskripsikan, dan menjawab pertanyaan guru, dan berbagai bentuk kegiatan berbicara lainnya. Tentu saja, keterampilan berbicara tidak hanya terkait dengan aspek berbahasa produktif lisan saja, namun siswa juga dituntut memiliki pengetahuan, pengalaman, dan wawasan yang luas yang mendukung kualitas pembicaraan yang dilakukannya.

Namun, seperti halnya pembelajaran keterampilan menyimak, pembelajaran keterampilan berbicara tampaknya belum mendapat tempat  untuk dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi secara layak oleh guru. Coba Saudara ingat kembali, berapa persentase yang Saudara lakukan dalam merancang pembelajaran untuk mengefektifkan dan meningkatkan keterampilan berbicara siswa? Pernahkah Saudara menyusun instrumen secara khusus untuk mengamati keterampilan berbicara siswa? Coba Saudara susun kembali rancangan instrumen untuk menilai keterampilan berbicara siswa dan bagaimana cara Anda menganalisis hasilnya, kemudian bandingkan dengan peserta yang lain dalam kelompok Saudara.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan berbicara adalah menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng,  pantun, drama, dan puisi. Standar kompetensi lulusan tersebut dicapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berdasarkan standar kompetensi mulai kelas I sampai dengan kelas VI.

Dalam pembelajaran berbicara, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a) Upayakan kegiatan berbahasa yang dilakukan bersifat alamiah dan kontekstual.

b)  Pastikan pembelajaran berbicara dilakukan dalam bentuk aktivitas berbicara atau mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan (kegiatan berbahasa produktif lisan) oleh siswa.

c) Kegiatan berbicara mensyaratkan siswa untuk berani mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan. Sebelum penugasan kegiatan berbicara, pastikan bahwa siswa yang bersangkutan telah memiliki keberanian untuk berbicara. Jika belum, guru dapat melatih keberanian berbicara dulu melalui berbagai metode dan strategi pembelajaran. Coba diskusikan dengan teman di samping Saudara tentang metode dan strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk membiasakan siswa berani berbicara.

d) Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran berbicara disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

3)    Keterampilan Membaca di SD

Ketika siswa masuk SD, siswa memperoleh pengalaman baru dalam kegiatan berbahasa yang berbeda dari  sebelumnya. Jika sebelumnya siswa selalu melakukan kegiatan berbahasa lisan, maka mulai memasuki jenjang pendidikan SD siswa mulai menuju kegiatan berbahasa tulis, yakni membaca dan menulis. Membaca merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif tulis. Membaca merupakan jendela untuk membuka cakrawala pengetahuan dunia. Oleh karena itu, keterampilan membaca merupakan modal dasar yang sangat krusial untuk menunjang keberhasilan belajar siswa. Kurang terampilnya siswa dalam membaca dapat menyebabkan terhambatnya siswa untuk mempelajari mata pelajaran lain. Bisakah Saudara bayangkan kerugian yang akan diderita siswa yang sulit mengakses berbagai pengetahuan sebagai dampak kekurangterampilannya dalam membaca. Sebaliknya, bisakah Saudara bayangkan pesatnya perkembangan siswa dalam mempelajari pengetahuan dan kemampuan di bidang apapun sebagai dampak tingginya keterampilan membaca. Untuk itu, guru sering memfokuskan sebagian besar pembelajaran yang dirancang dan dilakukannya pada pembelajaran membaca.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan membaca adalah menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.

Dalam pembelajaran membaca, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:

a) Upayakan pembelajaran membaca nyaring berakhir pada saat siswa memasuki kelas III semester 1. Jika membaca pemahaman  yang dilakukan secara membaca nyaring masih dilakukan ketika siswa sudah memasuki kelas III, maka akan dapat menghambat upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan membaca lanjut. Hambatan dalam keterampilan membaca lanjut dapat berdampak pada terhambatnya siswa dalam mempelajari materi mata pelajaran lain. Membaca nyaring di kelas III ke atas dilakukan jika ada tujuan tertentu, misalnya membacakan puisi, membaca teks/naskah drama, atau membaca nyaring untuk tujuan mengecek pelafalan dan intonasi siswa.

b)    Perhatikan perkembangan keterampilan membaca siswa sesuai dengan standar kompetensi minimal dalam kurikulum, agar perkembangannya dapat berlangsung secara maksimal.

c)    Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran membaca disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

4)    Keterampilan Menulis di SD

Selain membaca, ketika memasuki jenjang pendidikan SD siswa mulai menuju kegiatan berbahasa tulis dalam bentuk menulis. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk kegiatan produktif tulis. Menulis dapat diartikan sebagai kegiatan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk tulis. Selain keterampilan berbahasa yang lain, keterampilan menulis juga memegang peranan penting bagi keberhasilan belajar siswa.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan menulis adalah melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.

Dalam pembelajaran menulis, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a)    Menulis merupakan bentuk keterampilan berbahasa tulis yang tidak bisa dilakukan secara instan. Untuk terampil menulis diperlukan proses yang panjang yang menuntut siswa untuk selalu menulis dan menulis. Dalam hal ini, guru dapat menyeimbangkan penggunaan pendekatan proses dan hasil, yang dalam pembelajarannya siswa tidak dituntut untuk menulis sekali jadi, namun melalui tahapan panjang, mulai dari tahap pramenulis, menulis draf pertama, merevisi, mengedit tulisan, sampai dengan mempublikasikan (keseimbangan antara proses dan hasil menulis).

b)    Untuk meningkatkan minat siswa dalam menulis, berilah mereka kesempatan memilih topik atau materi tulisan yang mereka sukai. Mengekang minat siswa dapat menjadi hambatan utama dan dapat menyebabkan minat siswa pupus di tengah jalan. Namun, kebebasan sepenuhnya bagi siswa sering menyebabkan kebingungan siswa untuk menentukan topik tulisan, terutama terjadi di kelas-kelas awal.

c)     Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran membaca disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

Salah satu kegiatan menulis yang perlu diperhatikan oleh guru adalah menulis wacana. Menulis wacana yang dilaksanakan di sekolah didasarkan pada jenis-jenis wacana yang dikenal oleh siswa. Jenis-jenis wacana itu adalah: (1) deskripsi, (2) narasi, (3) persuasi, (4) argumentasi, dan (5) eksposisi.

Para guru diharapkan mengetahui ciri-ciri wacana di atas. Oleh karena itu pada bagian ini akan dipaparkan mengenai ciri-ciri kebahasaan untuk setiap jenis wacana yang akan diajarkan.
Pertama, ciri kebahasaan wacana deskripsi. Tujuan wacana ini adalah melukiskan atau menggambarkan objek atau suasana secara detail dan rinci. Wacana deskripsi biasanya dimulai dengan orientasi atau pengenalan objek atau suasana untuk memberikan latar belakang informasi. Selanjutnya badan deskripsi adalah penggambaran detail objek dan suasana sehingga pembaca seakan-akan melihat atau merasakan objek yang digambarkan. Deskripsi banyak didominasi kata ganti, kata sifat, dan kata yang menunjukkan perasaan, serta kata keterangan. Contoh: laporan suatu kejadian, peristiwa, laporan terhadap objek.

Kedua, ciri kebahasaan wacana narasi. Tujuan wacana ini adalah menceritakan suatu cerita yang menghibur, memberikan informasi atau inspirasi. Wacana narasi dimulai dengan orientasi yang memperkenalkan setting (tempat peristiwa dan tokoh-tokoh) untuk memberikan latar belakang cerita. Badan narasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang diselingi dengan komplikasi (masalah) disertai dengan subplot dan ketegangan sebagai pengembangan plot utama.  Narasi biasanya ditulis dengan sudut penceritaan (aku, kami, mereka, dia). Contoh: novel, cerpen, naskah drama, dsb.

Ketiga, ciri kebahasaan persuasi. Tujuan wacana ini adalah meyakinkan pembaca untuk bertindak dengan cara tertentu sesuai dengan pandangan penulis. Wacana persuasi dimulai dengan pernyataan posisi yang menyatakan pandangan penulis yang di dalamnya terdapat argumentasiyang dinyatakan secara emosional dan persuasif yang benar-benar mampu meyakinkan pembaca. Contoh: iklan, tajuk/editorial, pamflet, dsb.

Keempat, ciri kebahasaan wacana argumentasi. Tujuan wacana ini adalah meyakinkan pembaca untuk menyetujui pandangan penulis disertai dengan bukti-bukti yang memperkuat pernyataan tentang suatu tulisan. Wacana argumentasi dimulai dengan pernyataan yang logis disertai dengan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut. Wacana ini biasanya diakhiri dengan pengulangan pernyataan untuk mempertegas pandangan penulis.  Contoh: esai, artikel surat kabar, dan surat pembaca.
Kelima, ciri kebahasaan wacana eksposisi. Tujuan wacana ini adalah memberi informasi kepada pembaca supaya mereka memahami pandangan penulis atau pembaca. Wacana eksposisi berusaha memaparkan data, bukti, dan informasi lain yang mendukung pandangan penulis. Contoh: berita, tajuk, artikel surat kabar, dsb.
Kegiatan dalam kelas untuk setiap tahapan proses menulis dapat dirinci berdasarkan tahapan yang telah ada dan dapat diterapkan dalam pembelajaran yang konkret. Keterlibatan siswa dalam melaksanakan pembelajaran merupakan syarat mutlak dalam pembelajaran ini, karena akan memberikan gambaran mengenai pembelajaran PAKEM.

Pertama, kegiatan pramenulis diawali dengan mengeksplorasi pengalaman individu. Selanjutnya siswa dapat membaca berita atau teks yang berhubungan dengan yang akan ditulis. Kegiatan berikutnya adalah menyimak cerita yang dibacakan oleh guru. Curah pendapat untuk mendapatkan gagasan yang lebih kaya juga dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan diskusi dalam kelompok.
Kedua, menuliskan draf pertama dilakukan dengan cara menuliskan dan mengembangkan semua gagasan secara bebas. Kemudian yang dilakukan adalah menggunakan apa yang telah direncanakan pada tahap pramenulis untuk membantu penulisan draf  pertama.

Ketiga, merevisi tulisan dilakukan oleh pengarang setelah karangan selesai. Karangan itu selanjutnya dibaca dua tiga kali. Selanjutnya meminta kepada orang lain membacanya dan meminta komentar atau melihat reaksi dari pembaca tersebut. Memutuskan perubahan yang dilakukan terhadap draf karangan dan melakukan perbaikan.

Keempat, menyunting tulisan merupakan tahapan selanjutnya. Dalam menyunting tulisan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai teknik dan substansi tulisan. Teknik adalah hal-hal yang berhubungan dengan ejaan, sednagkan substansi berhubungan dengan isi tulisan tersebut. Membaca berulang-ulang hasil tulisan dan meyakini bahwa tulisan itu sudah tidak ada kesalahannya.
Kelima, memublikasikan tulisan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui presentasi di depan kelas dan disaksikan oleh kelompok lainnya.

Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan model-model pembelajaran aktif yang relevan dan telah disusun dalam RPP secara terencana dan sistematis.

PENGEMBANGAN DIRI SEKOLAH

SEKOLAHKU ISTANAKU
 BAB I

PENDAHULUAN


A.  LANDASAN

1.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

2.    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

3.    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan. 

4.    Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.


B.  PENGERTIAN
   
     Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai  bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling  berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

    Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat megembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

C.    TUJUAN

1.    Tujuan Umum

        Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,  minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

2.    Tujuan Khusus

         Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:
        a.  Bakat
        b.  Minat
        c.      Kreativitas
        d.     Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan
        e.  Kemampuan kehidupan keagamaan
        f.   Kemampuan sosial
        g.  Kemampuan belajar
        h.  Wawasan dan perencanaan karir
        i.     Kemampuan pemecahan masalah
          j.   Kemandirian


D.    RUANG LINGKUP

    Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:

1.    Pelayanan konseling, meliputi pengembangan:
a.  kehidupan pribadi
b.  kemampuan sosial
c.  kemampuan belajar
d.  wawasan dan perencanaan karir
2.    Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:

a.  kepramukaan
b.  latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja
c.  seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan

E.  BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN

1.    Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual,  kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:

a.    layanan dan kegiatan pendukung konseling
b.    kegiatan ekstra kurikuler.

2.    Kegiatan  pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.

a.    Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.
b.    Spontan, adalah kegiatan  tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
c.    Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti:   berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.


BAB II

PENGEMBANGAN DIRI
MELALUI PELAYANAN KONSELING

A.     STRUKTUR PELAYANAN KONSELING 
   
Pelayanan konseling di sekolah/madrasah  merupakan usaha membantu peserta didik   dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling  memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.

1.    Pengertian Konseling

Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku. 

2.    Paradigma, Visi, dan Misi

a.    Paradigma

Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya.  Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.

b.    Visi

Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

c.    Misi

1)    Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.
2)     Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.

3)    Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.
   
    3.     Bidang Pelayanan  Konseling

        a.    Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu  peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik  kepribadian dan kebutuhan dirinya secara  realistik.

        b.    Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

        c.    Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

d.    Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

4.    Fungsi Konseling
a.    Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.
b.    Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
c.    Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.
d.    Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.
e.    Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.


5.  Prinsip dan Asas Konseling
a.    Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
b.    Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,  keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.

6.    Jenis Layanan Konseling

a.    Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

b.    Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.

c.    Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

d.    Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan  yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

e.    Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

f.    Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

g.    Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

h.    Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

i.    Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.


    7.    Kegiatan Pendukung

a.    Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
b.    Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.
c.    Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
d.    Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.
e.    Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
f.    Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

    8.     Format Kegiatan

        a.    Individual, yaitu format kegiatan konseling yang melayani peserta didik secara perorangan.

        b.    Kelompok, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok.

        c.    Klasikal, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam satu kelas.

        d.    Lapangan, yaitu format kegiatan konseling yang melayani seorang atau  sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.

        e.    Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan konseling yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.


8.  Program Pelayanan
a.    Jenis Program
1)    Program Tahunan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
2)    Program Semesteran, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
3)    Program Bulanan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
4)    Program Mingguan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
5)    Program Harian, yaitu program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu  minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) konseling.

b.    Penyusunan Program
1)    Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.
2)    Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.
(Lampiran 1 dan Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d)



B.     PERENCANAAN KEGIATAN

    1.    Perencanaan kegiatan pelayanan konseling mengacu pada program tahunan yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta mingguan.

2.    Perencanaan kegiatan pelayanan konseling harian yang merupakan jabaran dari program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG yang masing-masing memuat:

a.    Sasaran layanan/kegiatan pendukung
b.    Substansi layanan/kegiatan pendukung
c.    Jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan
d.    Pelaksana layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat
e.    Waktu dan tempat

(Lampiran 3)

3.    Rencana kegiatan pelayanan konseling mingguan meliputi kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik yang menjadi tanggung jawab konselor. (Lampiran 1)

4.    Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.

5.    Volume keseluruhan kegiatan pelayanan konseling dalam satu minggu minimal ekuivalen dengan beban tugas wajib konselor di sekolah/ madrasah.

 
C.    PELAKSANAAN KEGIATAN

1.    Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan.
   
2.    Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.


3.    Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling

a.    Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1)    Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.

2)    Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal

3)    Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

b.   Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1)    Kegiatan tatap  muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan,, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.

2)  Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas.

3)    Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.

     4.    Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG). (Lampiran 4).

5. Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah (Lampiran 5)

6.    Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.


D.    PENILAIAN KEGIATAN

    1.    Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui:

        a.     Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani.

        b.    Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik.

        c.    Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap peserta didik.

    2.    Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.

    3.    Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam LAPELPROG  (Lampiran 4).

4.    Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif. (Lampiran 6 dan Lampiran 7)


E.    PELAKSANA KEGIATAN

    1.    Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.

    2.    Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib:

        a.  Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional  konseling.

        b.    Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/ madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua.

        c.    Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik.

        d.    Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan pelayanan profesional konseling.

        e.    Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan.

        (Rincian kewajiban konselor Lampiran 8).
     3.    Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
   
      4. Pelaksana pelayanan konseling

           a.     Pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk peserta didik Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

           b.     Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling.

           c.    Pada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang peserta didik.


F.    PENGAWASAN  KEGIATAN

    1.    Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.

    2.    Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara:

        a.  interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
        b.    eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.

    3.    Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah.

    4.    Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.

    5.    Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah.


BAB III

PENGEMBANGAN DIRI
MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER

A.     STRUKTUR KEGIATAN EKSTRA KURIKULER 

1.    Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.  

2.    Visi dan Misi

a.    Visi

    Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik  yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

b.    Misi

1)    Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka.

2)    Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan  diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
   
    3.    Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler

a.    Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

b.    Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

c.    Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

d.    Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

4.    Prinsip Kegiatan Ekstra Kurikuler
a.    Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.
b.    Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
c.    Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d.    Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan peserta didik.
e.    Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
f.    Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

5.    Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler
a.    Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).

b.    Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

c.    Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.

d.    Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan  substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni  budaya.

    6.     Format Kegiatan

        a.    Individual, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik secara perorangan.

        b.    Kelompok, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti oleh kelompok-kelompok peserta didik.

        c.    Klasikal, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik dalam satu kelas.

d.    Gabungan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik antarkelas/antarsekolah/madraasah.

e.    Lapangan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan.


B.     PERENCANAAN KEGIATAN

    Perencanaan kegiatan ekstra kurikuler mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang memuat unsur-unsur:

1.    Sasaran kegiatan

2.    Substansi kegiatan

3.    Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta keorganisasiannya

4.    Waktu dan tempat

5    Sarana

(Lampiran 10)


C.    PELAKSANAAN KEGIATAN
   
1.    Kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat rutin, spontan dan keteladanan dilaksanakan secara langsung oleh guru, konselor dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.

    2.    Kegiatan ekstra kurikuler yang terprogram dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana sebagaimana telah direncanakan. (Lampiran 11)


D.    PENILAIAN KEGIATAN

    Hasil dan proses kegiatan ekstra kurikuler dinilai secara kualitatif dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan lainnya oleh penanggung jawab kegiatan.

    (Lampiran 12,13, dan14)
   

E.    PELAKSANA KEGIATAN

    Pelaksana kegiatan ekstra kurikuler adalah pendidik dan atau  tenaga kependidikan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan pada substansi kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.

           
F.    PENGAWASAN  KEGIATAN

    1.    Kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.

    2.    Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara:

        a.  interen, oleh kepala sekolah/madrasah.
        b.    eksteren, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki kewenangan membina kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud. 

    3.    Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah.

Admin Blog :

Creator, Browser and Modelling :

1. SOELISTIJONO, S.Pd (Tata Usaha)

PENASEHAT :

1. Dra. SRI NINGSIH (Kepala Sekolah)
2. ATIK SUMIYATI, S.Pd (Bendahara)


ANGGOTA :

1. UMI ICHWATI, S.Pd.i (Guru Agama)
2. JUARSIH, S.Pd (Guru Kelas I)
3. SUYONO, S.Pd (Guru Kelas IV)
4. DJOKO SUSILO, S.pd (Guru Penjas Orkes)
5. SUNAJI, S.Pd (Guru Kelas V)
6. KRISMI INDARTI, S.Pd (Guru Kelas VI)
7. BETIN ISMIATI, S.Pd (Guru Kelas III)
8. SHOLAHUDDIN, S.S (Guru Bhs. Inggris)
9. ERWIN YANITA, S.Pd (Pembina Komputer)
10. INDAH MURNI. I, S.Si (Pengelola Perpustakaan)
11. Drs. SRIYANTO (Pembina Seni Tari)
12. DJOKO PRIJADI (Pembina Seni Musik)
13. ESTER NONI (Guru Agama Kristen)

General View :


Additional informatio

Link Referensi :

Pengikut