Senin, 12 November 2012

BERITA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA



KEGIATAN PENTAS SENI SE-SURABAYA TAHUN PELAJARAN 2012-2013 :

Pentas Seni Siswa jenjang TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK merupakan salah satu program kegiatan Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang dilaksanakan setiap tahun, bekerjasama dengan Taman Remaja Surabaya. Kegiatan Pentas Seni Siswa dilaksanakan melalui 2 tahap yakni tahap pertama seleksi Tk. Kecamatan dan tahap kedua Pentas Seni Siswa Tk. Kota Surabaya. Kali ini pada tahun 2012 sedang berlangsung Pentas Seni Siswa Tk. Kecamatan.

Sabtu (10/11) merupakan jadwal Pentas Seni Siswa Tk. Kecamatan Krembangan. Hadir dalam kesempatan ini Kepala Bidang Kesenian, OR dan PLS beserta Ibu Rochmah Widjiningrum, Kepala UPTD-BPS Kecamatan Krembangan Dra. Titik Juliati, M.Pd beserta jajarannya. “Pentas Seni Siswa merupakan salah satu kegiatan untuk menyalurkan bakat dan mengembangkan seni budaya yang kita miliki”, ujar dakah kabid Kesenian, OR dan PLS.

Ratusan pengunjung memenuhi halaman taman remaja surabaya untuk menyaksikan siswa-siswi beraksi menunjukkan kemampuan dan bakat yang mereka miliki. Beberapa jenis kegiatan yang dilombakan diantaranya untuk jenjang TK, Tari Kreasi Anak, Menyanyi Bersama/Tetembangan, Bersyair, Peragaan Busana dan Dongeng. Untuk jenjang SD diantaranya Samroh, Paduan Suara, Cerdas Cermat Cepat, Uji Talenta, Tari Kreasi Anak, Tetembangan, Geguritan, Baca Puisi dan Vokal Tunggal POP. Untuk jenjang SMP diantaranya Samroh, Paduan Suara, Tari Remo, Tari Kreasi Remaja, Fragmen Budi Pekerti  dan Puisi. Untuk Jenjang SMA diantaranya Samroh, Vokal Tunggal POP, Vokal Keroncong, Vokal Tunggal Campursari, Tari Modern, Musikalisasi Puisi, Fragmen Budi Pekerti dan Cheers Leader. (Humas Dispendik Surabaya)

Rabu, 05 September 2012

PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER PADA ANAK

SUSAH NGERJAIN PR SEKOLAH
 EDUKATIF :

Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.


Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Ada satu anekdot yang sering saya sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar. Enak mana makan mie instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka mie pasti tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan enak atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!
\

Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru (jika memprioritaskan hal ini) untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan sama) terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter.
Pada awal pembentukan karakter banyak orangtua dan guru bertanya tentang bagaimana mendisiplinkan anak. Ada 6 proses disiplin yang kami bagikan melalui ebook gratis 6 Cara Mendisiplinkan Anak, bagi anda yang belum memiliki ebook ini silahkan di download gratis disini.
Nah, apakah disiplin saja cukup? Bagaimana dengan proses membentuk karakter yang lain? Pada 06 Agustus 2012, kami akan menerbitkan buku 7 Hari Membentuk Karakter Anak. Di buku ini akan diungkap hal-hal yang sangat jarang diketahui oleh para orangtua dan guru, tentang bagaimana mendidik anak agar tumbuh bahagia dan berkarakter. Disamping itu bukan hanya anak tetapi buku ini juga memberikan pengarahan bagi orangtua dan guru agar sadar membentuk karakter mereka secara mandiri.

Kembali ke pembentukan karakter, ingat segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.

Ada satu kunci untuk menanamkan kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21 hari, dalam pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan yang baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran manusia setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda biasakan anak sehabis bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya, mungkin Anda akan selalu mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang (wajib, dengan kasih sayang) selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21 hari maka kebiasaan itu akan terbentuk dengan otomatis. Nah, kini kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan kepada anak, pasangan dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal melakukan saja. Sukses dalam karakter yang terus diperbarui.

Sumber : Click Here

Jumat, 29 Juni 2012

NO TELEPHON UPTD SE-SURABAYA


Sumber : Klik di sini


KecamatanAlamatNo Telepon
AsemrowoJl.AsemRowo No.6 Sby(031) 5490704
BenowoJl.Raya Kandangan 28-30 Sby(031) 7415891
BubutanJl.Koblen Kidul No.6 Sby(031) 5456776
BulakJl.Tambak Deres 2 Sby(031) 3845700
Dukuh PakisJl.Raya Dujuh Kupang Barat 31 Sby(031) 5612886
GayunganJl.Wisma Menanggal I/9 Sby(031) 8286921
GentengJl.Kemuning No.3 Sby(031) 3726887
GubengJl.Pucang Windu 1 Sby(031) 5024776
Gunung AnyarJl.Rungkut Menanggal Harapan IX Sby(031) 8783324
JambanganJl.Kebonsari Sekolahan No.3 Sby(031) 8281567
Karang PilangJl.Mastrip 7 A Sby(031) 7662313
KenjeranJl.Pogot 57 Sby(031) 3721459
KrembanganJl.Bubutan 145-147 Sby(031) 3534793
LakarsantriJl.Raya Lidah Wetan No.23 Sby(031) 7531976
MulyorejoJl.Mulyorejo 184-188 Sby(031) 5925132
Pabean CantianJl.Kebalen Timur 84 A Sby(031) 3544287
PakalJl.Kedung Sememi No.14 sby(031) 7402169
RungkutJl.Tenggilis Mejoyo No.3 Sby(031) 8495415
Sambi KerepJl.Jelidro 48 Sby(031) 7457933
SawahanJl.Bintang.Diponggo 873 Sby(031) 5673463
SemampirJl.Sidotopo Lor 68 Sby(031) 3762589
SimokertoJl.Gembong No.48 Sby(031) 3710080
SukoliloJl.Manyar Kertoarjo III/107 Sby(031) 5935228
SukomanunggalJl.Simohilir Raya No.25 Sby(031) 7328344
TambaksariJl.Kapas Krampung 49 Sby(031) 3719385
TandesJl.Tandes Kidul No.94 Sby(031) 7317243
TegalsariJl.Musi No.16 A Sby(031) 5661416
Tenggilis MejoyoJl.Kutisari I/II A Sby(031) 8493313
WiyungJl.Menganti Keramat Sby(031) 7665439
WonocoloJl.Margorejo 4 Sby(031) 8412945
WonokromoJl.Bratang Wetan No.36 Sby(031) 5045564

Minggu, 27 Mei 2012

CIRI-CIRI KARAKTER ANAK BERMASALAH

Kenakalan Anak-Ana

Review :

Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.

Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.

Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :

    Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
    Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.

Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.

Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi



Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima

3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.

Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.

Inilah ciri-ciri karakter tersebut :

1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.

2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.

3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.

4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.

5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.

6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Sumber : Clik Here

PERANAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MELENGKAPI KEPRIBADIAN

Karakter => Kepribadian => Sikap => Tingkah Laku
Review :

Pada awalnya manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian ada 4 macam. Ada banyak teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna,  tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :

1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.

2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.

3. Phlegmatis :  tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.

4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.  Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi.  Mudah ya, penjelasan ini.

Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu PROSES yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.

Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.

Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan ini.

Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki KONTROL PENUH atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah TANGGUNG JAWAB pribadi Anda.
Sumber : click here

AGENDA KEGIATAN TAHUN 2012

INTERMESO ...
Sebenarnya banyak kegiatan sekolah yang telah terselenggara di SDN. Kedungdoro III/308 baik di awal tahun pelajaran 2011-2012 maupun menjelang Akhir tahun Pelajaran. Kegiatan-kegiatan Sekolah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Kegiatan KTS di Mangrove-Wonorejo, Kota Surabaya
  2. Kegiatan KTS di Museum Empu Tantular, Kabupaten Sidoarjo
  3. Kegiatan Peringatan Maulid Nabi SAW
  4. Kegiatan Lomba Karakter Bahasa Jawa, yang sempat meraih Juara I Lomba Cerkak Bahasa Jawa
  5. Kegiatan Final Lomba Karakter Bahasa Jawa
  6. Kegiatan Istighotsah Siswa Kelas VI di Tingkat Kecamatan Tegalsari
  7. Pelaksanaan Kegiatan Ujian Sekolah dan Ujian Nasional Tahun 2012 yang berjalan dengan sukses
  8. Kegiatan Wisata Akhir Tahun Pelajaran di Sengkaling Kabupaten Malang
  9. Dan masih banyak lagi kegiatan sekolah yang tidak di-ekspos dalam postingan ini.
KEGIATAN ISTIGHOTSAH
SENGKALING 2012


PESERTA LOMBA KARAKTER BAHASA JAWA

Rabu, 02 Mei 2012

STRATEGI PEMBELAJARAN PKn SEKOLAH DASAR

SEMANGAT BELAJAR

Latar Belakang


Dalam melaksanakan pembelajaran PKn di Sekolah Dasar, guru perlu mengembangkan  startegi/taktik yang tepat,  dengan pendekatan-pendekatan dan mode-model belajar yang akan diterapkan serta didukung oleh metode dan media yang efektif. Hal ini akan membantu guru dalam memahami dan membantu siswa untuk berlatih mengamalkan nilai moral Pancasila dan budi pekerti yang dipelajari di sekolah. Dari sekian banyak pendekatan dan model serta metode pembelajaran,  perlu dipilih beberapa pendekatan dan  model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa Sekolah Dasar (SD) serta sifat tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran PKn di SD.

A. Pendekatan PKn SD


Pendekatan dalam pembelajaran PKn pada prinsipnya lebih mengarah kepada pengembangan kurikulum atau pengorganisasian isi materi pelajaran. Ada delapan pendekatan, yang menurut Douglas Suparka (dalam Martorella, 1996) dapat digunakan dalam pembelajaran PKn, yaitu:

1.    Evokasi (kesempatan), pendekatan ini menekankan pada inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan pada kebebasan dan kesempatan. Pendekatan ini sering dihadapkan pada kendala kultural dan psikologikal, terutama pada masyarakat yang masih eksklusif.

2.    Inkulkasi (menanamkan), pendekatan ini didasarkan pada sejumlah pertanyaan nilai yang telah tersusun oleh guru. Tujuannya untuk mempengaruhi dan mengarahkan  siswa pada simpulan nilai yang sudah direncanakan.

3.    Kesadaran, adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai tertentu yang ada pada dirinya atau orang lain. Kesadaran iktu akan tumbuh menajdi sesuatu yang menumbuhkan kesadaran tentang nilai atau seperangkat nilai tertentu.

4.    Penalaran moral, dimana siswa dilibatkan dalam dilema moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilema moral harus dapat diberikan alasan-alasan moral yang rasional.

5.    Analisis Nilai, suatu pendekatan yang mengajak siswa untuk mengkaji dan menganalisis nilai yang ada pada suartu media stimulus yang telah disiapkan guru dalam pembelajaran PKn.

6.    Pengungkapan nilai, adalah upaya meningkatkan kesadaran  diri (self awareness) dan memperhatikan diri sendiri, bukan pemecahan masalah. Pendekatan ini membantu siswa untuk menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk menemukan keberartian dan rasa aman.

7.    Komitmen, mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab. Terhadap pendidikan nilai dan moral. Dalam PKn yang menjadi komitmen dasarnya adalah nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945.

8.    Memadukan, menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan riil yang dirancang oleh guru dalam proses pembelajaran. Proses menyatukan ini dimaksudkan agar siswa benar-benar mengalami secara langsung pengalaman-pengalaman yang dirancang oleh guru memlaui berbagai metode yang sesuai, seperti: metode partisipatori, simulasi, sosiodrama, studi proyek.

Sebagai pendidikan nilai, dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dituntut untuk:
1.    Lebih mengenali dan memahami nilai-nilai inti pribadi dan masyarakat
2.    Ber-inkuiri (filosofis dan rasional) terhadap nilai-nilai tersebut
3.    Mencoba dan menumbuhkan respon afektif dan emotif terhadap nilai-nilai tersebut
4.    Membuat putusan tentang tindakan yang paling tepat atas dasar inkuiri dan respon.

Guru perlu mempertimbangkan startegi yang tepat dalam pembelajaran PKn, dari beberapa pendekatan dan model yang akan diterapkan. Hal ini akan membantu guru dalam memahami Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan sekaligus membantu siswa untuk mengamalkan nilai moral Pancasila dan budi pekerti yang luhur, yang dipelajari di sekolah. Dari beberapa pendekatan dan model pembelajaran perlu dipilih yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa, sehingga proses pembelajaran lebih bermakna.

Untuk menjembatani pemahaman tentang hubungan antara perasaan (feeling), pemikiran (though), dan tindakan (action) moralitas seseorang, perlu dikembangkan model pendidikan moral yang efektif. Semua model pembelajaran PKn  biasanya mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan proses yang terpisah antara caring, judging dan acting. Pemahaman secara umum terhadap ketiga proses tersebut (caring, judging, acting) akan membantu seorang guru dalam memahami model belajar secara efektif, yaitu:

1. Caring (perhatian), adalah istilah yang menunjukkan perilaku seseorang untuk menolong atau memperhatikan orang lain. Seseorang yang terdorong untuk membantu, memperhatikan dan memikirkan  orang lain berarti juga memperhatikan kebutuhan atau minat atau perhatian orang lain yang membangkitkan kepedulian terhadap orang lian. Istilah itu juga mengandung suatu tingkat pemahaman social dan psikologikal tertentu. Memperhatikan dengan menolong orang lain yang dodorong oleh suatu tingkat perasaan tertentu sebenarnya tidak cukup dengan hanya merasakan kebutuhannya, akan tetapi hal itu juga menyangkut nkemampuan untuk mengetahuidan menyimpulkan kebutuhan dan minat orang lain.

2. Judging (Pertimbangan), adalah proses menilai dan mempertimbangkan yang tidak lepas dari nalar ( reasoning) walaupun antara keduanya harus dapat dibedakan. Dengan penalaran (reason though) atau pertimbangan (judge) sebuah moral sering menempatkan kesejahteraan orang lain menjadi taruhannya. Memang harus mempertimbangkan berbagai pihak yang terlibat dalam keputusan /penalaran kita. Misalnya “membunuh seseorang demi kepentingan negara” memerlukan kemampuan untuk membuat keputusan di antara berbagai bayangan tentang “baik” dengan penafsiran tandingan dengan yang“benar”. Dalam membandingkan antara caring dan judging itu seseorang akan diahadapkan pada pertimbangan nilai (value judgment ) yang mengandung alasan (reasoning). Namun sesuai dengan sifatnya, alasan tidak dapat diterapkan dalam satu kasus tertentu. Seperti pendapat yang menyatakan bahwa “ membunuh orang adalah salah” tetapi bagaimana halnya dengan “membunuh untuk membela diri”. Oleh karena itu pertimbangan moral memerlukan kemampuan untuk menilai minat yang saling bertentangan berdasarkan dasar/prinsip dan criteria yang konstan.

3. Acting ( tindakan ), adalah bukanlah sesuatu yang bersifat moral atau immoral, di luar dari motivasi  atau pertimbangan seseorang atau tindakan tidak memiliki status moral. Apa yang membuat tindakan sebagai  moral adalah kualitas perhatian/ pertimbangan yang yang memandunya. Kerapihan, kebersihan dan kejujuran sering dianggap sebagai moral. Tetapi yang menjadi masalahnya adalah alas an-alsan yang melatarbelakangi mengapa kita melakukannya. Yang penting pada dasarnya adalah niat, bukan pamer supaya mendapat pujian. Walaupun tindakan bukan sebuah kategori moral, tanpa kesempatan untuk bertindak dan merefleksikan tindakan akan menghambat terjadinya proses pengembangan moral. Yang penting bagi guru, pendidikan moral bukanlah menyejajarkan antara peneyesuaian moral dengan moralitas, namun yang terpenting adalah bagaimana membantu siswa untuk memiliki otonomi moral.

B. Model-Model Pembelajaran PKn SD


    Dengan memahami ketiga proses (caring, judging, dan acting) akan membantu pemahaman umum kita tentang perspektif masing-masing  model pendidikan moral. Model-model pembelajaran moral tersebut antara lain sebagai berikut:
a. rasional building, model pendekatan rasional memberikan perkembangan intelektual,          di balik program kurikulum dalam menganalisis isu-isu masyarakat.
b. consideration, yaitu memasukkan tiga bagian urutan proses materi yang disampaikan
c. value clarification, model pengungkapan nilai untuk mengetahui secara mendalam sikap dan niali siswa.
d. value analysis, model analisis nilai merupakan sebuah prosedur sistimatik dalam konflik nilai.
e. cognitive moral development, model pengembangan kognitif membentuk dasar dalam pengembangan moral
f. social action, yang merefleksikan teori dan praktek tentang program-program pendidikan yang berorientasi pada masyarakat yang ditujukan pada upaya membentuk keefektifan warga Negara.
Ke enam model ini dalam banyak hal memiliki hubungan yang kuat dengan ke delapan pendekatan sebagaimana diutarakan Doglas Superka (dalam Martorella, 1996). Itu berarti bahwa keduanya, baik pendekatan maupun model  dapat menjadi dasar bagi strategi pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
 

C. Metode Pembelajaran PKn SD


Metode merupakan salah satu komponen pembelajaran yang cukup berperanan selain komponen-komponen yang lain. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas tentu akan mempertimbangkan penerapan metode-metode pembelajaran secara bervariasi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang akan disampaikan.
    Penerapan variasi metode bisa menunjang kegiatan pembelajaran yang aktif dan inovatif serta menyenangkan karena tidak monoton dan menjemukan siswa.   Oleh karena itu, hendaknya guru mampu memilih dan menentukan metode pembelajaran yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Perlu disadari bahwa tidak ada satupun metode yang sempurna dan efektif serta  efisien untuk semua topik kajian. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, oleh karena itu dalam setiap proses pembelajaran IPS diperlukan penerapan  metode yang bervariasi.

    Macam-macam metode pembelajaran dalam IPS menurut Azis Wahab (1997: 186 ) antara lain sebagai berikut:
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab.
3. Metode diskusi
4. Metode pemecahan masalah (problem solving)
5. Metode simulasi
6. Metode bermain peran (role playing)
7. Metode sosio drama
8. Metode permainan (game)
9. Metode cerita
10. Metode karya wisata atau studi lapangan
11. Metode inkuiri
12.Metode penugasan 
13. Metode pameran (eksposisi)
14. Metode proyek

    Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran perlu mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sesuai dengan karakteristik bahan ajar yang akan disampaikan.
2. Ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai.
3. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.

D. Media Pembelajaran PKn SD


Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing maka diharapkan guru dapat memilih dan menentukan macam-macam media sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik materi pelajaran. Agar pemilihan dan penentuan media tersebut bisa efektif, maka perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:

1. Obyektifitas.
    Dalam  memilih media   perlu meminta  saran atau pendapat dari teman sejawat,  
    bukan berdasar kesenangan pribadi guru.   
2. Program pembelajaran
    Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program pembelajaran atau 
    sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
3. Sasaran program
     Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses pembelajaran, pada usia
     tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu pula.
4. Situasi dan kondisi
     Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah atau kelas
     (ukuran ruangan, bangku, ventilasi dll ) dan situasi kondisi siswa ( jumlah siswa,
      motivasi, dll )
5. Kualitas teknik.
    Kualiats teknik ini berkaitan kualitas gambar, rekaman audio maupun visual suara, 
    atau alat Bantu lainnya.
6. Efektivitas dan efisiensi penggunaan.
    Keefektifan menyangkut penyerapan informasi yang optimal oleh siswa,   
    sedangkan efisiensi  berkaitan  dengan  pengeluaran  tenaga,  waktu dan biaya
    seberapa mampu mencapai tujuan yang optimal.

    Media pembelajaran memiliki ragam dan bentuk yang bermacam-macam, namun berdasarkan perkembangannya, media dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Media yang bersifat umum dan tradisional.
    Contohnya: papan tulis, buku teks, majalah, buku rujukan dll.
2. Media yang bersifat canggih.
    Contohnya: radio, TV, VCD, tape recorder, OHP, LCD, dll.
3. Media yang bersifat inovatif.
     Contohnya: komputer, internet, laptop, dll.

    Sedangkan jenis-jenis media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan dalam PKn SD dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alat pengajaran.
    Contohnya: papan tulis, papan pamer, mesin pengganda.
2. Media cetak.
    Contohnya: Buku, majalah, surat kabar, jurnal, bulletin, pamflet dll
3. Media visual.
    Contohnya: Transfaransi, slid, grafik, chart, model dan realia, gambar,foto, dll 
4. Media audio.
     Contohnya: Tape recorder, pita suara, piringan hitam,  dll
5. Media audio-visual
    Contohnya: Televisi, VCD, film suara.
6. Masyarakat sebagai sumber belajar.
    Contohnya: Nara sumber, tokoh masyarakat,  dinamika kehidupan dalam  masyarakat.

Berbagai ragam dan jenis media di atas  bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran PKn,  sehingga guru bisa  berkreasi dalam memanfaatkan media pembelajaran agar mendorong siswa aktif, inovatif, dan kreatif agar efektif  dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar selayaknya mengkondisikan siswa untuk berproses secara individual, ada interaksi sosial, kerja dalam kelompok, untuk membangun makna dan membentuk karakter serta perilaku dengan menyenangkan.

KARAKTERISTIK KOGNITIF MURID SEKOLAH DASAR

Murid SD  dapat dipahami dengan cara  mengenali  karakteristiknya  yang  mem- bedakan dirinya dari kelompok usia lainnya. Karakteristik murid SD antara lain digam- barkan dari sudut karakteristik fisikal, sosial, emosional, dan kognitif. Dalam uraian ini akan dibahas karakteristik kognitif saja.
Pengelompokan  yang  cukup  akomodatif  secara  psikologis  membagi  dua  usia murid SD  yaitu kelompok 6-10 tahun dan kelompok 10-13 tahun (Gunawan, 1992). Perkembangan  yang  menonjol pada periode pertama  ditandai  dengan kegiatan  belajar membaca dan tercapainya penguasaan beberapa pengetahuan dan kecakapan. Oleh kare- na itu, banyak ahli pendidikan menyarankan agar murid diberi kesempatan untuk belajar sambil berbuat  (learning by doing).  Periode kedua usia  sekolah dasar  ditandai oleh keinginan untuk belajar lebih dan tumbuhnya bermacam-macam minat. Misalnya: mulai timbul  minat  terhadap hewan  piaraan,  hasil-hasil teknologi  atau mulai terbentuknya berbagai macam hobi. Murid juga mulai mengembangkan pengertian-pengertian tentang sebab  akibat,  membentuk konsep dan  mulai  memecahkan persoalan-persoalan sederhana.

Selain apa yang diuraikan di atas, dapat dicatat juga pendapat Biehler dan Snow- man (1982) tentang karakteristik kognitif murid sekolah dasar, yakni:

Siswa SD biasanya ingin  menceritakan  apakah mereka mengetahui jawaban yang benar atau tidak. Konsep benar dan salah mulai berkembang. Biasanya, pada mula- nya berkenaan  dengan  kegiatan tertentu  dan  secara bertahap  menjadi tergenerali- sasi. Ada perbedaan antara  laki-laki  dan peremluan akademik.  Nyata  jelas perbe- daan dalam  gaya kognitif.

(Elementary  school pupils are  usually  eager to recite whether  they know  the right answer or not.  Concepts of right  and  wrong begin devekop. Usually these are concerned with specific act at first and only gradually became generally become generalzed. These are sex differences in specific abilities and  in  overall  academic  performance.  Differences  in  cognitive  style  become apparent).

 Kedua pendapat di atas pada dasarnya mengemukakan secara kognitif anak-anak usia sekolah dasar siap matang untuk  ber-kembang sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

PERBEDAAN INDIVIDUAL MURID-MURID SD

Apresiasi kebutuhan-kebutuhan anak secara umum merupakan dasar untuk mema- hami  murid, walaupun  tidak harus selalu demikian.  Studi yang  telah dilakukan  oleh psikolog (Vasta dkk., 1992),  menunjukkan  adanya pola  umum dan  lingkaran  perkem- bangan yang  sama pada setiap anak, namun  diikuti  oleh hasil yang  berbeda  karena faktor internal maupun eksternal, sering kita kenal dengan perbedaan individual.
Perbedaan  individual  dalam  hal  ini  adalah  perbedaan  kemampuan  anak  yang banyak di  jumpai  di sekolah dasar. Hal  tersebut diperjelas dengan hasil pengukuran psikologis (IQ). Sekalipun hasil pengukuran tersebut relatif sama pada beberapa orang murid,  maupun  hasil tersebut  menunjuk pada hasil  belajar yang berbeda-beda.  Hatch
Narzet, Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar   33 dan Coster (1961) memberi contoh: area umum yang selalu berbeda pada tiap individu, karena itu mendapat perhatian guru maupun orang tua, yaitu:
  • Achievement  :  kinerja skolastik (scholastic performance);
  • Anatomy        :  tinggi, berat, dan warna kulit (height,weight  compelexion);
  • Emotions       : stabilitas, percaya diri, kebijaksanaan, dan ketekunan (stability,  self- reliance, noise, tact, persistance);
  • Interest           :  hobi, sahabat, dan aktivitas (hobbies, friends, activities);
  • Physiology     :  kemampuan  menyimak,  aktivitas  visual,  dan  ketahanan  (hearing, visual activities, endurance);
  • Psychology    :  kecepatan  reaksi,  kecepatan  asosiasi  dan   koordinasi  (speed  of reaction, speed of association and coordination);
  • Sosial  perspectives:  suku,  politik,  agama  dan  sikap  ekonomi  (racial,  political, religion and economic aptitudes).
Dengan memahami setiap murid sebagai individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan  yang lain,  guru  dalam  mengajar dapat  mendekatinya dengan  keunikan- keunikannya, tidak dengan pola umum, sekalipun perkembangan atau kebutuhan mere- ka menunjukkan ragam dan pola yang sama.

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS

Dalam pengelolaan kelas dikenal dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekat- an klasikal dan individual. Masing-masing pendekatan mempunyai kelebihan dan keku- rangan.  Pendekatan klasikal dimaksudkan guru memperlakukan sejumlah  murid sama rata, sementara dalam pendekatan individual guru memperlakukan dan melayani murid sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
Pendekatan klasikal yang diadaptasi dalam sistem pengelolaan kelas di Indonesia, khususnya di sekolah dasar kurang memberikan sumbangan yang kaya dalam pemben- tukan perilaku murid-murid sebagai pribadi yang  unik. Dalam artian kecepatan  murid dalam  menginternalisasi bahan  ajar atau  materi kuran begitu  dihiraukan  guru.  Guru lebih banyak mengambil sikap seragam (jalan tengah). Tindakan seperti ini, terutama di kelas-kelas SD sangat riskan. Sebagai contoh: masih lemahnya kemampuan baca-tulis- hitung  murid-murid  di  kelas-kelas  awal  disebabkan  gagalnya  guru  melayani  siswa sesuai  dengan  individualitas  kemampuan  belajarnya.  Pada  akhirnya  bermuara  pada tingginya angka tinggal kelas.

Jarolimek  dan Foster (1960) menekankan  bahwa baca-tulis-hitung  (basic skill- three R’s) merupakan kemampuan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus sece- patnya dikuasai murid. Kegagalan menguasai kemampuan dasar ini akan cukup meng- ganggu program-program  kelas  berikutnya.  Menurut  mereka salah satu kunci keber- hasilan penguasaan kemampuan dasar tersebut bila guru mampu menyusun dan melak- sanakan program pembelajaran yang individualized.
Untuk menyusun program individual diperlukan tujuan, bahan, dan kegiatn peng- ajaran yang berlain-lainan. Setiap bahan dan kegiatan  itupun  memerlukan  peralatan, metode, dan media instrusional yang berbeda-beda pula. Guru harus mengontrol setiap program  siswa yang berbeda-beda  sehingga betapa banyaknya siswa  yang  harus  dila-
34   JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36                                                             yani apalagi dengan  kondisi nyata  di Indonesia, yakni ditandai oleh rasio  guru-murid yang cukup besar,  misalnya 1 : 40. Dengan rasio sebesar itu sulit  mendekati  murid secara  individual. Akan tetapi tuntutan  akan  peningkatan  mutu  pendidikan,  mau tidak mau  membutuhkan terobosan-terobosan  yang dapat  mempertajam kekurangan pende- katan klasikal.

PENDEKATAN KLASIKAL YANG INDIVIDUAL

Pembahasan di atas menunjukkan seolah-olah pendekatan pengelolaan kelas yang individual lebih unggul dari pada  pendekatan klasikal. Namun demikian penilis juga telah mencoba mengungkapkan bahwa kondisi persekolahan menuntut adanya adaptasi sistem klasikal yang lebih komprehensif. Untuk itu pernyataan yang perlu dijawab ada- lah upaya apa yang perlu dilakukan agar pendekatan klasikal tetap dapat mengakomo- dasikan  perbedaan  individual, dalam arti individualitas yang  merupakan potensi yang layak untuk berkembang tetap tersalurkan dalam suasana klasikal yang ada. Untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara menyusun program perseorangan. Dalam hubungan  menyusun program perseorangan di  atas  menurut  Charles (1980), yang  memperkenalkan  istilah  COATS yaitu “baju’ untuk semua siswa atau  beberapa siswa yang dipilih berdasarkan  kemampuan dan kemandiriannya.  Yang  dimaksud  de- ngan “baju’ adalah satuan pelajaran untuk pembelajaran individual yang telah disesuai- kan  menurut kebutuhan, kemampuan, kecepatan  beberapa siswa  masing-masing atau beberapa orang siswa yang dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
  • C (content), materi/isi pembelajaran yang akan dipelajari siswa secara individual.
  • O (objective), tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh sis- wa setelah pembelajaran   berlangsung.
  • A (activities), merupakan prosedur kerja dan  alat-alat bantu yang akan  digunakan oleh siswa dalam pembelajaran tersebut.
  • T (time), waktu yang dipergunakan oleh siswa dalam menyelesaikan tugas atau ke- giatan pembelajaran.
  • S (supervision), cara guru  melakukan  kontrol atau  bimbingan  individual terhadap para siswanya.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya, mula-mula siswa memperoleh satuan pela- jaran masing-masing secara individual. Kemudian guru memberikan penjelasan tentang maksud  pembelajaran  individual  yang  akan  dilaksanakan  dan  kegunaannya.  Sela- njutnya para siswa dipersilahkan belajar secara bebas menurut cara dan gaya belajarnya masing-masing.  Guru  mengontrol  siswa  yang  belajar,  membantu  atau  membimbing mereka seperlunya. Setelah pembelajaran individual berjalan kira-kira sepuluh atau dua puluh  menit, lalu bentuk pembelajaran individual diubah  ke bentuk pembelajaran  kla- sikal biasa lagi. Begitu berulang-ulang dilakukan percobaan-percobaan dalam menganti- sipasi perbedaan individual yang dimaksud dalam tulisan ini.

Sumber Source : Klik In

Rujukan :
Biehler, R.F. & Snowman, J. 1982. Psychology Applied to Teaching. Boston: Houfton
Mifflin Company.
Charles, C.M. 1980. Individualizing Instruction. S. Louis: The C.V. Mosby Company. Hatch, R.N. & Costar, J.W. 1961. Guidance Service in the Elementary Sschool. Iowa:
WMC Brown Company Publisher.
Jarolimek, J. &  Foster,  C.D.  1976.  Teaching  and  Learning in  the Elementary School. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Slavin,  R.E.  1994.  Educational  Psychology:  Theory  and  Practice  (fourth  edition). Boston: Allyn and Bacon.
Vasta,  H.  & Miller, J. 1992.  Child Psychology the Modern Science.  New York: John
Wiley & Son, Inc.

KETRAMPILAN BERBAHASA DI SEKOLAH DASAR

AYO SEKOLAH !!!

1)    Keterampilan Menyimak di SD

Menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif lisan. Menyimak dapat diartikan sebagai aktivitas penggunaan alat pendengaran secara sengaja yang bertujuan untuk memperoleh pesan atau makna dari apa yang disimak. Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat krusial dalam menunjang keberhasilan belajar siswa.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan menyimak adalah memahami wacana lisan  berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun dan cerita rakyat. Standar kompetensi lulusan tersebut dicapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran keterampilan menyimak berdasarkan standar kompetensi mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Untuk mencapai standar kompetensi minimal sebagaimana yang telah ditentukan dalam kurikulum, diperlukan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran sehingga pembelajaran keterampilan menyimak dapat dilaksanakan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).

Pernahkah Saudara merancang secara khusus RPP untuk mengefektifkan dan meningkatkan keterampilan menyimak siswa? Jika pernah, berapa persentase RPP yang Saudara rancang untuk pembelajaran menyimak tersebut dibandingkan dengan tuntutan yang terdapat di dalam kurikulum? Coba diskusikan dengan peserta yang lain dalam kelompok Saudara.

Dalam pembelajaran menyimak, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a)    Upayakan kegiatan berbahasa yang dilakukan bersifat alamiah dan kontekstual.

b)    Pastikan pembelajaran menyimak dilakukan dalam bentuk aktivitas berbahasa reseptif lisan oleh siswa. Pembelajaran menyimak di SD ditujukan untuk melatih konsentrasi dan daya simak siswa, serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan menyimak siswa. Untuk itu, evaluasi menyimak upayakan dirancang oleh guru untuk mengetahui peningkatan konsentrasi dan efektivitas menyimaknya.

c)    Pastikan bahwa sebelum melakukan kegiatan penyimakan, siswa dalam keadaan siap fisik dan mental untuk melakukan penyimakan.

d)    Pastikan bahwa bunyi yang disimak siswa tidak banyak mendapat gangguan, baik yang bersifat kebahasaaan maupun nonkebahasaan. Upayakan semaksimal mungkin meminimalkan gangguan yang menyebabkan kurang efektifnya proses penyimakan yang dilakukan siswa.

e)    Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran menyimak disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

2)    Keterampilan Berbicara di SD

Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk produktif lisan. Keterampilan berbicara merupakan modal dasar yang sangat penting bagi seorang pebelajar untuk melakukan kegiatan komunikasi lisan secara santun dan efektif. Kurang terampilnya seseorang dalam berbicara dapat menyebabkan kurang maksimalnya hubungan sosial yang dilakukannya. Pembawaan diri seseorang yang salah satunya tampak dari keterampilannya berbicara akan mempengaruhi hubungan komunikasi yang dilakukannya.

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi sesuai dengan konteks peristiwa tutur secara efektif dan santun. Pembelajaran keterampilan berbicara dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang bersifat produktif lisan secara efektif, baik yang dilakukan di luar kelas maupun di dalam kelas. Di luar kelas, siswa yang terampil berbicara tentunya akan lebih mudah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan santun. Adapun di dalam kelas, keterampilan berbicara sangat penting dalam menunjang keberhasilan belajar siswa dalam mata pelajaran lain yang menuntut siswa untuk terampil melakukan diskusi, melaporkan, menceritakan kembali, menjelaskan, mendeskripsikan, dan menjawab pertanyaan guru, dan berbagai bentuk kegiatan berbicara lainnya. Tentu saja, keterampilan berbicara tidak hanya terkait dengan aspek berbahasa produktif lisan saja, namun siswa juga dituntut memiliki pengetahuan, pengalaman, dan wawasan yang luas yang mendukung kualitas pembicaraan yang dilakukannya.

Namun, seperti halnya pembelajaran keterampilan menyimak, pembelajaran keterampilan berbicara tampaknya belum mendapat tempat  untuk dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi secara layak oleh guru. Coba Saudara ingat kembali, berapa persentase yang Saudara lakukan dalam merancang pembelajaran untuk mengefektifkan dan meningkatkan keterampilan berbicara siswa? Pernahkah Saudara menyusun instrumen secara khusus untuk mengamati keterampilan berbicara siswa? Coba Saudara susun kembali rancangan instrumen untuk menilai keterampilan berbicara siswa dan bagaimana cara Anda menganalisis hasilnya, kemudian bandingkan dengan peserta yang lain dalam kelompok Saudara.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan berbicara adalah menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda di sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk dongeng,  pantun, drama, dan puisi. Standar kompetensi lulusan tersebut dicapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berdasarkan standar kompetensi mulai kelas I sampai dengan kelas VI.

Dalam pembelajaran berbicara, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a) Upayakan kegiatan berbahasa yang dilakukan bersifat alamiah dan kontekstual.

b)  Pastikan pembelajaran berbicara dilakukan dalam bentuk aktivitas berbicara atau mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan (kegiatan berbahasa produktif lisan) oleh siswa.

c) Kegiatan berbicara mensyaratkan siswa untuk berani mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan. Sebelum penugasan kegiatan berbicara, pastikan bahwa siswa yang bersangkutan telah memiliki keberanian untuk berbicara. Jika belum, guru dapat melatih keberanian berbicara dulu melalui berbagai metode dan strategi pembelajaran. Coba diskusikan dengan teman di samping Saudara tentang metode dan strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk membiasakan siswa berani berbicara.

d) Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran berbicara disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

3)    Keterampilan Membaca di SD

Ketika siswa masuk SD, siswa memperoleh pengalaman baru dalam kegiatan berbahasa yang berbeda dari  sebelumnya. Jika sebelumnya siswa selalu melakukan kegiatan berbahasa lisan, maka mulai memasuki jenjang pendidikan SD siswa mulai menuju kegiatan berbahasa tulis, yakni membaca dan menulis. Membaca merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk reseptif tulis. Membaca merupakan jendela untuk membuka cakrawala pengetahuan dunia. Oleh karena itu, keterampilan membaca merupakan modal dasar yang sangat krusial untuk menunjang keberhasilan belajar siswa. Kurang terampilnya siswa dalam membaca dapat menyebabkan terhambatnya siswa untuk mempelajari mata pelajaran lain. Bisakah Saudara bayangkan kerugian yang akan diderita siswa yang sulit mengakses berbagai pengetahuan sebagai dampak kekurangterampilannya dalam membaca. Sebaliknya, bisakah Saudara bayangkan pesatnya perkembangan siswa dalam mempelajari pengetahuan dan kemampuan di bidang apapun sebagai dampak tingginya keterampilan membaca. Untuk itu, guru sering memfokuskan sebagian besar pembelajaran yang dirancang dan dilakukannya pada pembelajaran membaca.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan membaca adalah menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berbentuk puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita, dan drama.

Dalam pembelajaran membaca, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:

a) Upayakan pembelajaran membaca nyaring berakhir pada saat siswa memasuki kelas III semester 1. Jika membaca pemahaman  yang dilakukan secara membaca nyaring masih dilakukan ketika siswa sudah memasuki kelas III, maka akan dapat menghambat upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan membaca lanjut. Hambatan dalam keterampilan membaca lanjut dapat berdampak pada terhambatnya siswa dalam mempelajari materi mata pelajaran lain. Membaca nyaring di kelas III ke atas dilakukan jika ada tujuan tertentu, misalnya membacakan puisi, membaca teks/naskah drama, atau membaca nyaring untuk tujuan mengecek pelafalan dan intonasi siswa.

b)    Perhatikan perkembangan keterampilan membaca siswa sesuai dengan standar kompetensi minimal dalam kurikulum, agar perkembangannya dapat berlangsung secara maksimal.

c)    Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran membaca disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

4)    Keterampilan Menulis di SD

Selain membaca, ketika memasuki jenjang pendidikan SD siswa mulai menuju kegiatan berbahasa tulis dalam bentuk menulis. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang dilakukan dalam bentuk kegiatan produktif tulis. Menulis dapat diartikan sebagai kegiatan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk tulis. Selain keterampilan berbahasa yang lain, keterampilan menulis juga memegang peranan penting bagi keberhasilan belajar siswa.

Dalam KTSP SD dirumuskan standar kompetensi lulusan untuk keterampilan menulis adalah melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.

Dalam pembelajaran menulis, hal-hal yang penting diperhatikan guru antara lain:
a)    Menulis merupakan bentuk keterampilan berbahasa tulis yang tidak bisa dilakukan secara instan. Untuk terampil menulis diperlukan proses yang panjang yang menuntut siswa untuk selalu menulis dan menulis. Dalam hal ini, guru dapat menyeimbangkan penggunaan pendekatan proses dan hasil, yang dalam pembelajarannya siswa tidak dituntut untuk menulis sekali jadi, namun melalui tahapan panjang, mulai dari tahap pramenulis, menulis draf pertama, merevisi, mengedit tulisan, sampai dengan mempublikasikan (keseimbangan antara proses dan hasil menulis).

b)    Untuk meningkatkan minat siswa dalam menulis, berilah mereka kesempatan memilih topik atau materi tulisan yang mereka sukai. Mengekang minat siswa dapat menjadi hambatan utama dan dapat menyebabkan minat siswa pupus di tengah jalan. Namun, kebebasan sepenuhnya bagi siswa sering menyebabkan kebingungan siswa untuk menentukan topik tulisan, terutama terjadi di kelas-kelas awal.

c)     Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman komprehensif, pembelajaran membaca disarankan dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran aspek keterampilan berbahasa yang lain, intra maupun antarmata pelajaran.

Salah satu kegiatan menulis yang perlu diperhatikan oleh guru adalah menulis wacana. Menulis wacana yang dilaksanakan di sekolah didasarkan pada jenis-jenis wacana yang dikenal oleh siswa. Jenis-jenis wacana itu adalah: (1) deskripsi, (2) narasi, (3) persuasi, (4) argumentasi, dan (5) eksposisi.

Para guru diharapkan mengetahui ciri-ciri wacana di atas. Oleh karena itu pada bagian ini akan dipaparkan mengenai ciri-ciri kebahasaan untuk setiap jenis wacana yang akan diajarkan.
Pertama, ciri kebahasaan wacana deskripsi. Tujuan wacana ini adalah melukiskan atau menggambarkan objek atau suasana secara detail dan rinci. Wacana deskripsi biasanya dimulai dengan orientasi atau pengenalan objek atau suasana untuk memberikan latar belakang informasi. Selanjutnya badan deskripsi adalah penggambaran detail objek dan suasana sehingga pembaca seakan-akan melihat atau merasakan objek yang digambarkan. Deskripsi banyak didominasi kata ganti, kata sifat, dan kata yang menunjukkan perasaan, serta kata keterangan. Contoh: laporan suatu kejadian, peristiwa, laporan terhadap objek.

Kedua, ciri kebahasaan wacana narasi. Tujuan wacana ini adalah menceritakan suatu cerita yang menghibur, memberikan informasi atau inspirasi. Wacana narasi dimulai dengan orientasi yang memperkenalkan setting (tempat peristiwa dan tokoh-tokoh) untuk memberikan latar belakang cerita. Badan narasi adalah suatu rangkaian peristiwa yang diselingi dengan komplikasi (masalah) disertai dengan subplot dan ketegangan sebagai pengembangan plot utama.  Narasi biasanya ditulis dengan sudut penceritaan (aku, kami, mereka, dia). Contoh: novel, cerpen, naskah drama, dsb.

Ketiga, ciri kebahasaan persuasi. Tujuan wacana ini adalah meyakinkan pembaca untuk bertindak dengan cara tertentu sesuai dengan pandangan penulis. Wacana persuasi dimulai dengan pernyataan posisi yang menyatakan pandangan penulis yang di dalamnya terdapat argumentasiyang dinyatakan secara emosional dan persuasif yang benar-benar mampu meyakinkan pembaca. Contoh: iklan, tajuk/editorial, pamflet, dsb.

Keempat, ciri kebahasaan wacana argumentasi. Tujuan wacana ini adalah meyakinkan pembaca untuk menyetujui pandangan penulis disertai dengan bukti-bukti yang memperkuat pernyataan tentang suatu tulisan. Wacana argumentasi dimulai dengan pernyataan yang logis disertai dengan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut. Wacana ini biasanya diakhiri dengan pengulangan pernyataan untuk mempertegas pandangan penulis.  Contoh: esai, artikel surat kabar, dan surat pembaca.
Kelima, ciri kebahasaan wacana eksposisi. Tujuan wacana ini adalah memberi informasi kepada pembaca supaya mereka memahami pandangan penulis atau pembaca. Wacana eksposisi berusaha memaparkan data, bukti, dan informasi lain yang mendukung pandangan penulis. Contoh: berita, tajuk, artikel surat kabar, dsb.
Kegiatan dalam kelas untuk setiap tahapan proses menulis dapat dirinci berdasarkan tahapan yang telah ada dan dapat diterapkan dalam pembelajaran yang konkret. Keterlibatan siswa dalam melaksanakan pembelajaran merupakan syarat mutlak dalam pembelajaran ini, karena akan memberikan gambaran mengenai pembelajaran PAKEM.

Pertama, kegiatan pramenulis diawali dengan mengeksplorasi pengalaman individu. Selanjutnya siswa dapat membaca berita atau teks yang berhubungan dengan yang akan ditulis. Kegiatan berikutnya adalah menyimak cerita yang dibacakan oleh guru. Curah pendapat untuk mendapatkan gagasan yang lebih kaya juga dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan diskusi dalam kelompok.
Kedua, menuliskan draf pertama dilakukan dengan cara menuliskan dan mengembangkan semua gagasan secara bebas. Kemudian yang dilakukan adalah menggunakan apa yang telah direncanakan pada tahap pramenulis untuk membantu penulisan draf  pertama.

Ketiga, merevisi tulisan dilakukan oleh pengarang setelah karangan selesai. Karangan itu selanjutnya dibaca dua tiga kali. Selanjutnya meminta kepada orang lain membacanya dan meminta komentar atau melihat reaksi dari pembaca tersebut. Memutuskan perubahan yang dilakukan terhadap draf karangan dan melakukan perbaikan.

Keempat, menyunting tulisan merupakan tahapan selanjutnya. Dalam menyunting tulisan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai teknik dan substansi tulisan. Teknik adalah hal-hal yang berhubungan dengan ejaan, sednagkan substansi berhubungan dengan isi tulisan tersebut. Membaca berulang-ulang hasil tulisan dan meyakini bahwa tulisan itu sudah tidak ada kesalahannya.
Kelima, memublikasikan tulisan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui presentasi di depan kelas dan disaksikan oleh kelompok lainnya.

Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan model-model pembelajaran aktif yang relevan dan telah disusun dalam RPP secara terencana dan sistematis.

Admin Blog :

Creator, Browser and Modelling :

1. SOELISTIJONO, S.Pd (Tata Usaha)

PENASEHAT :

1. Dra. SRI NINGSIH (Kepala Sekolah)
2. ATIK SUMIYATI, S.Pd (Bendahara)


ANGGOTA :

1. UMI ICHWATI, S.Pd.i (Guru Agama)
2. JUARSIH, S.Pd (Guru Kelas I)
3. SUYONO, S.Pd (Guru Kelas IV)
4. DJOKO SUSILO, S.pd (Guru Penjas Orkes)
5. SUNAJI, S.Pd (Guru Kelas V)
6. KRISMI INDARTI, S.Pd (Guru Kelas VI)
7. BETIN ISMIATI, S.Pd (Guru Kelas III)
8. SHOLAHUDDIN, S.S (Guru Bhs. Inggris)
9. ERWIN YANITA, S.Pd (Pembina Komputer)
10. INDAH MURNI. I, S.Si (Pengelola Perpustakaan)
11. Drs. SRIYANTO (Pembina Seni Tari)
12. DJOKO PRIJADI (Pembina Seni Musik)
13. ESTER NONI (Guru Agama Kristen)

General View :


Additional informatio

Link Referensi :

Pengikut